Langsung ke konten utama

Si Kecil Suka Membaca, Tapi Sudah Sesuaikah dengan Tingkat Membaca dan Usianya?

Satu anak, satu guru, satu buku dan satu pena dapat mengubah dunia. (Malala) 

Senang ya rasanya kita bisa berbagi hobi dengan keluarga, apalagi si kecil. Salah satu hobi atau kebiasaan yang paling mudah dan murah adalah membaca lho. Dengan banyaknya jenis buku dan mediumnya, kita bebas mengeksplorasi.

Eits, tapi ternyata kita tidak bisa sembarangan memberikan buku pada si kecil ya. Ada banyak pertimbangan seperti jenis buku, bahasa, dan yang paling penting adalah usia. Eh selain usia ada satu lagi yaitu tingkat kemampuan membacanya.

Saya pribadi sudah mengenalkan buku dan membaca justru sejak Rayya masih janin. Buku pertamanya adalah buku berjenis contrast soft books atau buku terbuat dari kain dan memiliki warna kontras hitam, putih dan merah. Jenis buku ini memang sesuai untuk bayi baru lahir sampai usia 6 bulan. Untuk baca lebih lanjut tentang jenis bukunya bisa baca di sini ya.

Nah kita lanjutkan lagi soal tingkat membaca dan usia si kecil. Sebenarnya sebagai orang tua, kita  tinggal melihat panduan dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2022 tentang Pedoman Perjenjangan Buku. Dalam pedoman ini, tingkat kemampuan baca si kecil bisa diketahui dan disesuaikan jenis bukunya. 

Perjenjangan buku dan pembaca dalam pedoman ini ada 5 tingkat atau jenjang. Ada Jenjang A, Jenjang B, Jenjang C, Jenjang D dan terakhir Jenjang E. Yuk, kita bahas satu per satu supaya si kecil tidak cuma terhibur tapi juga sesuai dengan kebutuhannya. 

Jenjang A atau Pembaca Dini

Tingkatan ini untuk si kecil yang baru mengenal buku dan belum bisa membaca sama sekali. Berarti, si kecil dengan usia 0 - 7 tahun bisa masuk ke dalam tingkatan ini. Karena si kecil belum bisa membaca, dia membutuhkan bantuan dari orang dewasa sebagai perancah (scaffolding).

Tugas kita adalah mendampingi si kecil ketika membaca dan memberinya contoh cara pengucapannya. Cara ini dilakukan sampai si kecil bisa membaca secara mandiri buku yang disukainya atau buku pilihannya. Bentuk buku yang bisa dipakai pastinya bervariasi, seperti buku tegar/papan (board book), buku kain (cloth book), dan buku kertas.

buku aman untuk bayi
Jenis buku kain berbahasa Inggris

Jenis buku pun sangat bervariasi mulai dari buku bergambar nirkata (wordless picture book), buku bergambar (picture book), buku konsep sederhana, dan buku aktivitas. Kalaupun buku yang dipilih mengandung kata-kata, pilihlah yang pilihan katanya sederhana dan sering digunakan dalam keseharian.

Buku-buku pada jenjang ini biasanya bertujuan untuk merangsang  perkembangan fisiologis, psikologis, keterampilan bersosialisasi, dan kemampuan berpikir si kecil. Itu sebabnya kata-kata atau frasa yang digunakan dalam kalimatnya cenderung mudah dipahami oleh si kecil. 

Jenjang B1 atau Pembaca Awal

Si kecil di tingkatan ini sudah bisa mengenali dan membaca teks dalam buku. Teks ini biasanya berbentuk kata atau frasa dalam kalimat sederhana. Meski dia sudah bisa mengenali dan membaca, kita masih perlu mendampinginya sebagai perancah ketika membaca. 

Kita perlu terlibat aktif dan intensif ketika membaca bersama si kecil. Buku pada jenjang ini seringkali bertujuan untuk mengembangkan kemampuan belajar membaca dengan benar, memahami alur tulisan, dan mengenali lingkungan sekitar. Tepatnya buku-buku untuk si kecil berusia 6 – 8 tahun, tetapi bisa juga diberikan kepada anak yang lebih muda atau tua bergantung pada kemampuan membacanya.

Genre buku yang dipilih sangat beragam atau malah mengenalkannya dengan cerita rakyat atau dongeng sebelum tidur yang lebih banyak teks. Buku-buku ini biasanya memberikan konsep sederhana yang mengandung nilai-nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara konkret sesuai dengan perkembangan dan minat si kecil.

Buku pada tingkatan ini bisa memiliki gambar, ilustrasi atau foto yang bercerita. Halaman-halaman bukunya penuh warna dan proporsi gambar masih lebih dominan daripada teks. Kita bisa menawarkan buku bergambar, buku munculan (pop up book) atau buku buka-tutup (flap book).

Jenjang B2 atau Pembaca Awal

Pembeda antara B1 dan B2 di tingkatan ini adalah pada usia dan jenis kalimat yang digunakan. Tingkat pembaca awal B2 ini diberikan pada si kecil dengan usia 7 - 9 tahun, tapi tidak menutup kemungkinan bagi anak yang lebih muda atau lebih tua.

Tentunya sebagai orang dewasa, peran kita sebagai perancah masih diperlukan ya. Apalagi pada tingkatan ini, jumlah kosa kata baru dan bentuk kalimat yang digunakan lebih sulit. Kalimat pada teks ini cenderung menggunakan klausa, kalimat tunggal dan kalimat majemuk setara. 

Kita bisa menawarkan buku bergenre puisi, cerita fiksi dan non-fiksi lho. Apalagi sekarang banyak buku-buku anak yang ditulis oleh anak-anak dan mengangkat tema pengalaman keseharian. Selain itu, kita juga bisa menawarkan buku dongeng, cerita sejarah, atau cerita fantasi yang mengandung nilai-nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan perkembangan dan minat si kecil. 

Sama dengan pembaca di tingat B1, buku bagi pembaca B2 juga memiliki banyak gambar, ilustrasi atau foto yang bercerita. Halaman-halaman bukunya penuh warna dan proporsi gambar masih lebih dominan daripada teks. Kita bisa menawarkan buku bergambar, buku munculan (pop up book) atau buku buka-tutup (flap book), buku bersuara (sound book).


Jenis buku munculan (pop up book) membantu visualisasi konsep

Jenjang B3 atau Pembaca Awal

Selain ditujukan bagi si kecil berusia 8 - 10 tahun, perbedaan yang paling jelas untuk jenjang B3 ini adalah proporsi ilustrasi dan teks yang seimbang. Teks yang muncul bisa juga berupa percakapan antar tokoh dalam bentuk narasi.

Pilihan kata dalam buku-buku jenjang B3 ini biasanya berupa kata umum dan kata khusus yang berhubungan dengan materi terdiri atas kata dasar dan kata bentukan. Bentuk kata ini seringkali ditemukan dalam buku berbab (chapter book), meskipun si kecil masih bisa menikmati buku bergambar, buku munculan (pop up book) atau buku buka-tutup (flap book), buku bersuara (sound book).

Jenjang C atau Pembaca Semenjana

Si kecil sebagai pembaca semenjana cenderung sudah bisa membaca teks dengan lancar dalam bentuk paragraf. Teks pada buku jenjang ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, menguasai ilmu pengetahuan umum, dan belajar secara mandiri. Anak berusia 10 - 13 tahun yang sudah bisa menguasai kemampuan berpikir dasar ini dianggap sebagai pembaca semenjana.

Kita bisa memperkaya bahan bacaannya dengan menyediakan buku yang lebih bervariasi, seperti buku berbab (chapter book), novel awal (first novel), buku sejarah (biografi, autobiografi), buku ensiklopedia dan lainnya. Dengan keragaman ini, variasi penyajian paragrafnya  pun lebih menarik seperti dalam bentuk narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.

Ensiklopedia bisa dikenalkan sejak dini tapi sangat berguna bagi pembaca semenjana

Jenjang D atau Pembaca Madya

Pembaca di tingkat ini adalah ana yang berusia 13 - 15 tahun sehingga dianggap sudah bisa memahami  beragam teks dengan tingkat kesulitan menengah. Rasanya wajar ya karena di usia ini, si kecil sudah memasuki sekolah menengah pertama (SMP). Namun, ada saja anak yang lebih muda atau lebih tua yang sudah bisa menikmati dan memahami buku-buku di jenjang ini. 

Sebenarnya buku di jenjang ini memiliki kekhasan dan bertujuan mengembangkan penguasaan konsep dasar keilmuan, menguatkan minat dan bakat. Selain itu buku-bukunya bertujuan mengembangkan wawasan dan kesadaran tentang kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat. Buku pada jenjang ini bisa saja menggunakan buku jenjang C, hanya saja buku tambahan lainnya adalah karya nonfiksi yang mengandung nilai-nilai, sikap, pengetahuan, serta keterampilan khas untuk jenjang D, baik secara konkret maupun abstrak yang sesuai dengan perkembangan dan minat.

Jenjang E atau Pembaca Mahir

Sebagai orang dewasa, kita termasuk sebagai pembaca mahir lho sebab batasan usia minimal sebagai pembaca mahir adalah 16 tahun. Anak remaja di sekolah menengah atas dianggap sudah bisa membaca beragam teks dan berpikir kritis sehingga bisa menafsirkannya dengan bahasa atau pemikiran sendiri. 

Buku-buku pada jenjang ini biasanya bertujuan untuk mengembangkan keilmuan lanjutan, menguatkan minat dan bakat, meningkatkan kemampuan menganalisis, Selain itu melalui keragaman buku dan genre, pengembangkan wawasan dan kesadaran tentang kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat pun terlatih.

Pembaca mahir bisa menikmati cerpen, novel, komik, sastra kanon, kamus, ensiklopedia, buku how to, dan buku lainnya yang sesuai dengan perkembangan psikologisnya. Meski begitu, sebaiknya kita tetap mendampingi dan ikut menyortir jenis buku dan tema yang dipilihnya.

Nah dengan kita mengetahui perjenjangan buku berdasar kemampuan membaca dan usia si kecil, semoga pemilihan jenis bacaan jadi lebih mudah. Kita dan si kecil bisa sama-sama menikmati tidak hanya ketika membaca buku, tetapi juga ketika memilihnya di toko buku. 

Punya pengalaman soal memilih buku atau membaca buku bersama si kecil? Boleh yuk beri komentar di bawah ya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Warna pada Ilustrasi Buku Anak

Sumber: mandira.id Pernahkah kita bertanya "Kenapa buku anak-anak selalu penuh warna?" Bahkan, sebagai orang dewasa, seringkali kita tertarik dengan sampul-sampul buku yang berwarna-warni. Faktanya, berdasarkan penelitian, warna memang bisa merangsang kecerdasan dan literasi pada anak.  Peneliti menyebutkan anak-anak lebih mampu mengklasifikasikan dan mengembangkan konsep-konsep tertentu di dunia nyata berdasarkan warna ketimbang bentuk dan fungsi suatu objek. Mereka dapat memahami makna simbolis dan disepakati secara universal. Misalnya ketika mereka melihat tiga warna pada rambu lalu lintas. Semua orang, secara konvensional, menyepakati bahwa lampu merah menandakan berhenti, kuning menandakan hati-hati, dan hijau menandakan jalan. Konvensi ini muncul karena manusia dengan penglihatan warna normal, tidak buta warna, bisa membedakan lebih dari enam juta warna. Artinya pengenalan visual warna bisa dilakukan sejak dini, alias ketika masih bayi. Meski begitu, sistem

Membaca buku fisik di era digital, masihkah relevan?

                 Sumber: freepik.com Sejak pertama kali purwarupa komputer diciptakan di tahun 1822 oleh Charles Babbage, komputer dan media penyimpanan data sudah mengalami evolusi yang luar biasa. Di tahun 1990an, media penyimpanan terpopuler adalah floppy disk. Alhasil menyimpan data dengan ukuran besar bisa mengunakan dua atau tiga buah floppy disk. Tas kuliah atau kerja pun terasa semakin besar dan berat. Perubahan pun terjadi dengan cepat. Di era 21 ini, semua data sudah tersimpan di "awan" alias cloud storage. Semuanya menjadi cepat, mudah, dan ringkas. Apapun jenis data yang disimpan atau dibutuhkan bisa segera diakses dalam hitungan detik dimana pun kita berada. Begitu juga dengan buku yang mengalami evolusi, dari tablet tanah liat menjadi buku digital. Buku digital sudah mulai dikenal sejak akhir tahun 1990an ketika perusahaan penerbitan Peanut Press menjual buku-bukunya dalam bentuk digital. Para pembaca menggunakan sebuah perangkat cerdas bernama Perso

Psikoanalisis di Ranah Kritik Sastra? Bisa!

Foto: Lee Gatlin via Pinterest "Miss, ada kemungkinan nggak kalau Lolita itu yang mentalnya bermasalah dan bukan cuma si Humbert?" "Aku pernah baca kalau Alice itu kena schizophrenia, bener Miss?" "Miss, Dr. Jekyll itu ngalamin disassociated personality nggak sih?" Saya masih ingat banyak pertanyaan dari kawan-kawan mahasiswa ketika membahas salah satu kajian kritik sastra. Psikoanalisis. Entah kenapa kritik sastra ini pernah naik daun sampai-sampai hampir satu angkatan menggunakan pendekatan ini. Tiga pertanyaan di atas berkaitan dengan novel Lolita karya Vladimir Nabokov, Alice in The Wonderland karya Lewis Carroll dan Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde karya Robert Louis Stevenson. Ketiganya memang memaparkan gejala-gejala masalah kejiwaan dalam alurnya.  Tokoh-tokoh dalam karya sastra tidak pernah memiliki jiwa, tetapi cara penulis membangun karakter dan karakterisasinya membuat mereka seolah hidup. Mereka hanyalah tokoh fiksi a