Langsung ke konten utama

Wah Ternyata Ada Loh Sastra Anak, Yuk Kenali 10 Jenisnya!

Don't just teach your children to read, Teach them to question what they read.
Teach them to question everything. (George Calin)

Selama ini kita mungkin sering kebingungan dengan pilihan dan jenis buku untuk anak-anak. Buku bacaan anak-anak sebetulnya sudah mempunyai standar sendiri. Jenisnya juga lebih beragam karena sesuai dengan usia dan kemampuan membaca anak.

Tapi tahukah kalau sebetulnya buku-buku yang beredar itu termasuk sebagai sastra anak?

Pada dasarnya sih, sastra anak ini adalah buku dengan segala jenis bentuk dan genre yang memang sengaja ditujukan untuk anak-anak dan remaja. Tema dan gaya penceritaannya beragam dengan tujuan membantu pemahaman dan perkembangan mereka. Kalau menurut Dr. Dorothea Rosa Herliany, pakar sastra anak, sastra anak mempunyai banyak bentuk seperti cerita, puisi atau drama. Tujuan dari sastra anak adalah membangun imajinasi, mengajarkan nilai dan norma, juga memahami dunia di sekitar mereka. 

ragam buku sastra anak
Buku anak-anak terkadang menyajikan beragam tema sulit namun bahasanya mudah dimengerti
(Foto: Annie Spratt via Unsplash)


Berdasarkan beberapa referensi yang saya baca, setidaknya ada 10 jenis sastra anak di sekitar kita. Yuk, kita bahas satu per satu.

Buku Bergambar

Buku jenis ini sangat banyak ditemukan khususnya untuk pembaca dini atau bayi/balita. Buku bergambar seringkali merupakan kombinasi antara teks dan ilustrasi. Meski begitu, teksnya masih sangat sedikit dan didominasi oleh ilustrasi dengan warna-warni mencolok. Selain itu ilustrasinya lebih kaya karena bertujuan untuk membantu anak-anak memahami cerita secara visual.

Dongeng

Buku-buku dongeng seringkali menyebutkan legenda, mitos, cerita rakyat atau murni khayalan. Para tokoh pada dongeng biasanya memiliki kelebihan atau kekuatan,  makhluk-makhluk khayalan atau magis. meski begitu, dongeng mempunyai tema dan pesan moral mendalam tentang budaya, identitas dan nilai-nilai kebaikan.

Fabel

Anak-anak sangat menyukai cerita yangmana para tokohnya adalah binatang kan ya? Cerita semacam itu adalah fabel. Para binatang atau benda-benda lainnya dibuat seolah mempunyai karakteristik manusia pada umumnya. Melalui para tokoh ini, anak-anak lebih mudah belajar tentang nilai dan hikmah-hikmah dalam kehidupan.

Petualangan

Anak-anak selalu dipenuhi rasa penasaran tentang sekitarnya. Mereka bahkan sering berpura-pura menjadi seseorang dan sedang bertualang dalam suatu misi. Cerita petualangan selalu menarik mereka karena penuh dengan aksi, keceriaan, eksplorasi dan mendebarkan. Rasa penasaran dan keberanian mereka dapat dipuaskan lewat cerita-cerita petualangan.

Fantasi

Imajinasi dan kreatifitas anak-anak sangat kaya sehingga mereka menjadi tertarik dengan cerita fantasi. Belum lagi latar tempat, waktu dan para tokohnya sangat imajinatif alias berbeda dari dunia nyata. Biasanya cerita fantasi memunculkan tokoh-tokoh dari bangsa serupa manusia atau memiliki kekuatan magis. Dunia fantasi memungkinkan anak-anak untuk terus mengembangkan imajinasi dan kreatifitasnya sekaligus memahami pesan yang kompleks melalui cerita yang menarik.

Komik

Komik tidak hanya disukai anak-anak dan orang dewasa. Namun, tentu ada perbedaan antara komik untuk dewasa dan anak-anak. Komik menampilkan cerita petualangan, heroik, jenaka atau kehidupan sehari-hari lewar gambar berurut. Ilustrasi menarik dengan warna-warna ekspresif, atau visualiasi hitam putih yang mencolok, teks yang ringkas membuat komik selalu diminati bahkan membuat anak-anak gemar membaca.

Puisi 

Puisi memang jarang diminati oleh kebanyakan pembaca. Namun banyak juga cerita anak yang menggunakan pola puisi dalam penceritaannya. Puisi anak sebenarnya cenderung pendek, menarik dan sederhana. Kata-kata yang digunakan sangat imajinatif dan kreatif. Penyampaian bait  per baitnya selalu berima dan mudah diikuti.

Atlas, ensiklopedia, kamus dan majalah anak adalah bagian non-fiksi bagi anak-anak.
(Foto: Taylor Heery)

Non-fiksi

Anak-anak juga bisa menikmati dan menyukai non-fiksi. Hanya saja jenis non-fiksi bagi abak-anak tentu disajikan dengan cara yang lebih menarik. Ensiklopedia atau buku-buku pengetahuan seputar dunia di sekitarnya adalah contoh dari karya non-fiksi. Mereka juga bisa membaca kisah-kisah hidup orang-orang berpengaruh di dunia atau para ilmuwan. Membaca sejarah pun menjadi menyenangkan bagi mereka.

Majalah Anak

Jenis dari majalah anak di pasaran sangat beragam, tema yang diangkat juga sangat bervariasi. Dalam majalah anak sering berisi cerita pendek, komik, teka-teki, pembahasan soal-soal mata pelajaran, cuplikan ensiklopedia dan banyak lagi. Anak-anak mendapat rupa-rupa informasi, bahkan mereka bisa mendapat ide bermain atau membuat prakarya. 

Teater Anak

Meski tidak sering diminati, teater anak sangat dikenal dalam dunia sastra anak. Pementasan yang dilakukan oleh anak-anak atau untuk anak-anak ini biasanya mengambil lakon atau cerita dari dongeng, cerita rakyat dan lainnya. Pementasannya bisa berupa pertunjukkan musikal atau drama. Mereka tidak hanya akan belajar tentang cerita tetapi juga penggabungan antara cerita, musik, tari  dan aksi panggung. 

Banyak pilihan ini bisa menjadi alternatif bacaan untuk  anak-anak ketika mereka bosan. Mengajak mereka menonton pertunjukkan teater anak pun akan memberi pengalaman baru dalam menikmati karya sastra. Jadi apapun pilihan kita dan anak-anak, jangan lelah menemani mereka menjelajah ke berbagai pengalaman membaca.

Ajak pula mereka untuk terus ingin tahu dan bertanya tentang segala hal. Seperti perkataan George Calin bahwa kita jangan sekadar mengajari anak-anak membaca. Kita perlu juga mengajari untuk mempertanyakan segala hal yang dibacanya dan terus memupuk rasa ingin tahunya. Yuk, kita temani si kecil dalam setiap petualangan yang ada. 

Komentar

  1. Waah baru tahu ada sastra anak loh. Padahal bukunya dikonsumsi tiap hari. Terimakasih bunda tulisannya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Warna pada Ilustrasi Buku Anak

Sumber: mandira.id Pernahkah kita bertanya "Kenapa buku anak-anak selalu penuh warna?" Bahkan, sebagai orang dewasa, seringkali kita tertarik dengan sampul-sampul buku yang berwarna-warni. Faktanya, berdasarkan penelitian, warna memang bisa merangsang kecerdasan dan literasi pada anak.  Peneliti menyebutkan anak-anak lebih mampu mengklasifikasikan dan mengembangkan konsep-konsep tertentu di dunia nyata berdasarkan warna ketimbang bentuk dan fungsi suatu objek. Mereka dapat memahami makna simbolis dan disepakati secara universal. Misalnya ketika mereka melihat tiga warna pada rambu lalu lintas. Semua orang, secara konvensional, menyepakati bahwa lampu merah menandakan berhenti, kuning menandakan hati-hati, dan hijau menandakan jalan. Konvensi ini muncul karena manusia dengan penglihatan warna normal, tidak buta warna, bisa membedakan lebih dari enam juta warna. Artinya pengenalan visual warna bisa dilakukan sejak dini, alias ketika masih bayi. Meski begitu, sistem

Membaca buku fisik di era digital, masihkah relevan?

                 Sumber: freepik.com Sejak pertama kali purwarupa komputer diciptakan di tahun 1822 oleh Charles Babbage, komputer dan media penyimpanan data sudah mengalami evolusi yang luar biasa. Di tahun 1990an, media penyimpanan terpopuler adalah floppy disk. Alhasil menyimpan data dengan ukuran besar bisa mengunakan dua atau tiga buah floppy disk. Tas kuliah atau kerja pun terasa semakin besar dan berat. Perubahan pun terjadi dengan cepat. Di era 21 ini, semua data sudah tersimpan di "awan" alias cloud storage. Semuanya menjadi cepat, mudah, dan ringkas. Apapun jenis data yang disimpan atau dibutuhkan bisa segera diakses dalam hitungan detik dimana pun kita berada. Begitu juga dengan buku yang mengalami evolusi, dari tablet tanah liat menjadi buku digital. Buku digital sudah mulai dikenal sejak akhir tahun 1990an ketika perusahaan penerbitan Peanut Press menjual buku-bukunya dalam bentuk digital. Para pembaca menggunakan sebuah perangkat cerdas bernama Perso

Psikoanalisis di Ranah Kritik Sastra? Bisa!

Foto: Lee Gatlin via Pinterest "Miss, ada kemungkinan nggak kalau Lolita itu yang mentalnya bermasalah dan bukan cuma si Humbert?" "Aku pernah baca kalau Alice itu kena schizophrenia, bener Miss?" "Miss, Dr. Jekyll itu ngalamin disassociated personality nggak sih?" Saya masih ingat banyak pertanyaan dari kawan-kawan mahasiswa ketika membahas salah satu kajian kritik sastra. Psikoanalisis. Entah kenapa kritik sastra ini pernah naik daun sampai-sampai hampir satu angkatan menggunakan pendekatan ini. Tiga pertanyaan di atas berkaitan dengan novel Lolita karya Vladimir Nabokov, Alice in The Wonderland karya Lewis Carroll dan Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde karya Robert Louis Stevenson. Ketiganya memang memaparkan gejala-gejala masalah kejiwaan dalam alurnya.  Tokoh-tokoh dalam karya sastra tidak pernah memiliki jiwa, tetapi cara penulis membangun karakter dan karakterisasinya membuat mereka seolah hidup. Mereka hanyalah tokoh fiksi a