Langsung ke konten utama

ODOP Blogger Squad, Squad Seru Para Blogger

Foto: Canva




ODOP Blogger Squad
(OBS), namanya keren ya? Selain namanya keren, salah satu kelas untuk para anggota komunitas ODOP ini juga punya materi yang daging sekali.

Jadi, setelah para calon anggota komunitas ODOP ini dinyatakan lulus dari kelas Open Recruitment (OPREC) 2023, mereka akan diberi kesempatan untuk bergabung di beberapa kelas sesuai minat. Salah satunya ya OBS ini yang membantu para anggota komunitas untuk mengoptimalkan pengelolaan laman blognya.

Kalaulah kelas OPREC berlangsung selama lebih kurang enam pekan, kelas OBS bisa berlangsung lebih lama. Artinya para calon anggota yang dinyatakan lulus harus menyiapkan stamina yang lebih daripada sebelumnya.

Menjadi blogger bersama ODOP Blogger Squad 


Siapakah ODOP Blogger Squad?
Kalau dilihat dari segi nama, OBS ini adalah sebuah tim yang berisikan para blogger lulusan ODOP. Dengan panduan dari seorang penanggung jawab, para tim membantu anggota baru ataupun lama ketika mengikuti kelasnya.

Kelas ini hanya dibuka satu kali setiap tahunnya, dan terbuka bagi semua anggota komunitas ODOP. Mereka yang tidak lulus di tahun sebelumnya bisa bergabung di tahun berikutnya dengan syarat menjadi blogger yang lebih konsisten.

Di kelas ini, para anggota komunitas yang baru saja bergabung bisa bertemu dengan para seniornya dan belajar bersama-sama. Artinya kesempatan untuk belajar dan memulai dari nol bisa dilakukan siapapun selama mereka konsisten, disiplin dan mau belajar, pastinya.

Materi Seketika Praktik 
Bisa dikatakan kelas OBS ini lebih menekankan pada penerapan materi yang diberikan ke dalam laman blog. Tujuannya supaya pemahaman terhadap materinya lebih baik karena learning by doing. Bicara soal pengelolaan laman blog berarti setidaknya kita mengenal penyedia blog yang dipakai.

Banyak penyedia blog yang bisa dipilih, tetapi dua terpopuler diantaranya adalah Blogger dan Wordpress. Menariknya lagi, kelas OBS ini memfasilitasi para anggota yang menggunakan keduanya selama mengikuti materi. Ya, bukan apa-apa, menguasai dan mengulik satu saja itu sudah luar biasa.

Para pematerinya memang anggota dan pengurus ODOP sendiri, tetapi sudah bisa dipastikan reputasi dan prestasinya di dunia blogging. Bahkan setiap anggota didorong untuk berprestasi juga sehingga kemampuan dan pengalamannya terus dilatih.

Hal paling mendasar di awal pertemuan kelas ini adalah setiap peserta harus sudah mengenali tujuannya menjadi blogger. Selain itu, mereka juga harus mengidentifikasi ketertarikannya pada suatu topik sehingga mereka bisa menentukan kekuatan dan kekhasan tersendiri.

Foto: Dok. Pribadi



Mempelajari Pernak-pernik Blog
Pertama kali mengenal blog di tahun 2006, rasanya cuma tau kalau platform ini untuk menulis. Alhasil tidak ada keseriusan dan kontinuitas dalam pengerjaannya. Bahkan di tahun 2013 pun, pengetahuan tentang blog belum bertambah.

Barulah di tahun 2016, saya mulai serius mempelajari tentang blog. Meski begitu, ilmunya masih sangat terbatas apalagi teman belajar dan diskusi pun tidak ada. Begitu bergabung dengan Komunitas ODOP dan masuk kelas ODOP Blogger Squad inilah keseriusan dan kontinuitas bisa dipertahankan.

Mulai dari pengetahuan dasar tentang blog, tujuan menulis di blog, membuat Top Level Domain (TLD) sampai Search Engine Optimisation (SEO) dipelajari di kelas ini. Keduanya adalah ilmu sekaligus tantangan besar sebab dengan memahami dan menerapkannya langsung tentu memerlukan kesabaran.

Kenapa harus sabar? Menurut saya ada banyak faktor yang bisa membuat kita kehilangan kesabaran ketika belajar segala pernak-pernik blog. Dua hal penting yang menguji kesabaran, setidaknya saya pribadi, adalah perangkat atau gawai yang digunakan, dan jaringan internet.

Berikutnya adalah menulis dan menyunting mandiri tulisan. Seringkali tanda baca, bentuk format tulisan seperti huruf kapital dan kecil, cetak miring atau tebal membutuhkan waktu yang lebih lama daripada menulis itu sendiri.

Belajar SEO di kelas 
Akronim ini sudah sangat lama saya dengar tetapi belum ada dorongan untuk mempelajarinya lebih lanjut. Secara umum, setiap pemilik laman blog atau laman situs di internet bisa melakukan optimasi blog atau lamannya melalui SEO.

Menjadi nomor satu atau setidaknya berada di halaman pertama hasil pencarian adalah salah satu keuntungannya. Hanya saja ini juga bukan hal mudah. Dulu kupikir ini sekedar pemilihan kata atau diksi yang digunakan, bahkan preferensi saja yang sifatnya manasuka.

Namun, kenyataannya adalah perpaduan keduanya dan tentulah tidak mudah. Sebab berdasarkan pada pengalaman para pemateri di kelas OBS, ada faktor selain dua tadi supaya laman blog atau situs muncul paling atas.

Diantaranya adalah umur blog atau laman, konten dan narasinya mudah dipahami atau tidak, juga kredibilitasnya seperti menggunakan cara-cara clickbait atau tidak dan informasi yang disampaikan bisa dipercaya atau tidak. 

Tentunya ini penting karena banyaknya informasi di internet seringkali membingungkan bahkan tak jarang para pembaca menerima informasinya tanpa mencari tahu lebih lanjut. Padahal banyak dari laman yang dikunjunginya ditulis tanpa melakukan riset atau disusun oleh seorang yang tahu banyak tentang informasi tersebut.

Itu sebabnya membangun dan mengelola laman secara profesional sangat penting untuk dilakukan. Khususnya untuk para blogger dengan kualifikasi di bidang tertentu sehingga para pembaca bisa mendapat informasi yang kredibel dan reliabel. 

Misalnya saja seorang dengan latar belakang pendidikan atau berprofesi sebagai tenaga medis, tenaga pendidik atau lainnya, bisa menulis berbagai informasi terkait bidangnya. Tidak lupa juga mereka untuk menyampaikan informasi lanjutan lewat referensi yang bisa dicari sendiri oleh pembaca.

Dengan semua pengalaman hampir satu bulan mengikuti kelas ODOP Blogger Squad alias OBS ini, saya menyadari menulis di laman blog tidak sekedar menulis. Bersyukur dan bahagia sekali bisa mendapat ilmu mahal secara cuma-cuma.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Warna pada Ilustrasi Buku Anak

Sumber: mandira.id Pernahkah kita bertanya "Kenapa buku anak-anak selalu penuh warna?" Bahkan, sebagai orang dewasa, seringkali kita tertarik dengan sampul-sampul buku yang berwarna-warni. Faktanya, berdasarkan penelitian, warna memang bisa merangsang kecerdasan dan literasi pada anak.  Peneliti menyebutkan anak-anak lebih mampu mengklasifikasikan dan mengembangkan konsep-konsep tertentu di dunia nyata berdasarkan warna ketimbang bentuk dan fungsi suatu objek. Mereka dapat memahami makna simbolis dan disepakati secara universal. Misalnya ketika mereka melihat tiga warna pada rambu lalu lintas. Semua orang, secara konvensional, menyepakati bahwa lampu merah menandakan berhenti, kuning menandakan hati-hati, dan hijau menandakan jalan. Konvensi ini muncul karena manusia dengan penglihatan warna normal, tidak buta warna, bisa membedakan lebih dari enam juta warna. Artinya pengenalan visual warna bisa dilakukan sejak dini, alias ketika masih bayi. Meski begitu, sistem

Membaca buku fisik di era digital, masihkah relevan?

                 Sumber: freepik.com Sejak pertama kali purwarupa komputer diciptakan di tahun 1822 oleh Charles Babbage, komputer dan media penyimpanan data sudah mengalami evolusi yang luar biasa. Di tahun 1990an, media penyimpanan terpopuler adalah floppy disk. Alhasil menyimpan data dengan ukuran besar bisa mengunakan dua atau tiga buah floppy disk. Tas kuliah atau kerja pun terasa semakin besar dan berat. Perubahan pun terjadi dengan cepat. Di era 21 ini, semua data sudah tersimpan di "awan" alias cloud storage. Semuanya menjadi cepat, mudah, dan ringkas. Apapun jenis data yang disimpan atau dibutuhkan bisa segera diakses dalam hitungan detik dimana pun kita berada. Begitu juga dengan buku yang mengalami evolusi, dari tablet tanah liat menjadi buku digital. Buku digital sudah mulai dikenal sejak akhir tahun 1990an ketika perusahaan penerbitan Peanut Press menjual buku-bukunya dalam bentuk digital. Para pembaca menggunakan sebuah perangkat cerdas bernama Perso

Psikoanalisis di Ranah Kritik Sastra? Bisa!

Foto: Lee Gatlin via Pinterest "Miss, ada kemungkinan nggak kalau Lolita itu yang mentalnya bermasalah dan bukan cuma si Humbert?" "Aku pernah baca kalau Alice itu kena schizophrenia, bener Miss?" "Miss, Dr. Jekyll itu ngalamin disassociated personality nggak sih?" Saya masih ingat banyak pertanyaan dari kawan-kawan mahasiswa ketika membahas salah satu kajian kritik sastra. Psikoanalisis. Entah kenapa kritik sastra ini pernah naik daun sampai-sampai hampir satu angkatan menggunakan pendekatan ini. Tiga pertanyaan di atas berkaitan dengan novel Lolita karya Vladimir Nabokov, Alice in The Wonderland karya Lewis Carroll dan Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde karya Robert Louis Stevenson. Ketiganya memang memaparkan gejala-gejala masalah kejiwaan dalam alurnya.  Tokoh-tokoh dalam karya sastra tidak pernah memiliki jiwa, tetapi cara penulis membangun karakter dan karakterisasinya membuat mereka seolah hidup. Mereka hanyalah tokoh fiksi a