Langsung ke konten utama

Bercita-cita Menjadi Guru Seperti Edo

Foto: letsreadasia.org


Edo tinggal di salah satu kampung di Papua Barat. Dia beruntung bisa bersekolah dan kedua orangtuanya bermatapencaharian sebagai petani coklat juga pedagang sayuran. Berbeda dengan Tinus, teman Edo, yang tidak bisa bersekolah.

Kampung tempat Tinus tinggal memang memiliki sebuah sekolah, tetapi tidak ada guru yang mengajar. Mama Edo menyebutkan tidak ada guru yang betah tinggal di kampung Tinus. 

Bapak Edo bercerita kampung Tinus itu jauh, tidak ada jalan raya dan semua orang harus melewati hutan. Bagi Edo, tidak ada guru membuat anak-anak tidak bisa belajar dan pintar.

Dia lalu bertekad untuk menjadi seorang guru untuk mengajar anak-anak. Kedua orang tuanya sangat bangga dengan cita-cita Edo dan berjanji sekuat tenaga untuk mewujudkannya.

Kisah Edo ini adalah salah satu cerita yang diterbitkan oleh UNICEF dan berjudul Edo Ingin Menjadi Guru. Sebuah kisah karya Rafri Kirihio yang memberikan gambaran tentang kondisi masyarakat di Indonesia bagian Timur.

Tentunya kisah ini sangat inspiratif dan memotivasi anak-anak untuk meraih mimpi dengan memajukan kawasan tempat tinggalnya. Mengejar mimpinya sekuat tenaga sehingga masyarakatnya dapat bersaing dengan siapapun.

Sayangnya, hingga saat ini memang begitulah kondisi masyarakat dan pendidikan di banyak kawasan Indonesia Timur. Mulai dari minimnya infrastruktur, terbatasnya sarana dan prasarana, sampai kurangnya tenaga ahli. 

Cita-cita mulia Edo dan kerja keras kedua orang tuanya demi masa depan Edo bisa saja mengalami hambatan. Bahkan sangat mungkin tidak terwujud jika tidak ada pemerataan pembangunan dan pendidikan bagi masyarakatnya.

Data yang dicantumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tentang tingkat penyelesaian pendidikan menurut jenjang pendidikan dan Provinsi periode 2020-2022 menunjukkan Papua Barat mengalami peningkatan. Di tahun 2020, angkanya berada di 89,21 persen, dan meningkat menjadi 91,81 persen.
 
Di tahun 2022, angkanya kembali naik menjadi 93,94 persen. Angka penyelesaian jenjang pendidikan tertinggi ini adalah jenjang yang ditamatkan oleh seseorang dan ditandai dengan dikeluarkannya sertifikat atau ijazah. Setidaknya begitu menurut pemaparan BPS. 

Namun, angka ini tidak menjamin kualitas pendidikan yang diperoleh anak-anak di sana. Terlebih lagi dengan perbedaan kultur dan geografi di Papua Barat yang tidak bisa disetarakan dengan pendidikan di Pulau Jawa. Mereka tidak bisa mengejar standar yang ada.

Menurut pemikiran saya, permasalahan yang muncul ini perlu dicari akarnya sehingga pendidikan dapat dinikmati semua kalangan di mana pun. Bukankah pemerintah Indonesia sendiri sudah bercita-cita untuk mewujudkan generasi emas di tahun 2045?

Generasi emas ini adalah para pemuda Indonesia yang berada di 100 tahun usia Indonesia. Diharapkan pada masa itu, Indonesia sudah menjadi negara maju dan bangsa yang unggul. Pemerintah, seperti dilansir dalam situs Menpad.go.id, menyebutnya sebagai Indonesia Emas 2045.

Generasi yang diharapkan sudah menjadi generasi yang melek digital dan sains tanpa melupakan akar budayanya. Namun, untuk mencapai ini sudah seharusnya melibatkan semua pihak mulailah dengan pemerataan penyediaan pendidikan, bukan pemerataan kurikulum tanpa melihat kekhasan setiap daerah.

Mulailah dengan pembentukan karakter yang melahirkan integritas, pengasahan keterampilan yang memunculkan kualitas sumber daya manusia unggul, dan tentunya ketakwaan sehingga menjadikan manusia yang tidak hanya terdidik melainkan juga bermoral.

Bisakah cita-cita Edo terwujud sehingga semua anak di setiap sekolah di penjuru Indonesia bisa bersekolah dan memiliki guru?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rahasia Unggul Keterampilan Literasi Untuk Manusia Modern

The Purpose of learning is growth, and our minds, unlike our bodies, can continue growing as we continue to live. (Mortimer Adler) Menjelang akhir tahun 2023, Mendikbudristek Nadiem Makariem menyampaikan skor pencapaian kemampuan membaca Indonesia di tahun 2022. Indonesia mendapat skor 359 poin dalam penilaian  Programme for International Student Assessment  (PISA) itu. Goodstats menyebutkan bahwa angka ini justru terendah sejak 2000, sebab Indonesia pernah mencapai skor 402 di 2009. Tahun 2018 saja Indonesia mendapat skor 371 poin untuk kemampuan membaca. Memang sih banyak faktor penyebab yang bisa membuat skor ini anjlok. Salah satunya bisa jadi karena penilaian ini dilakukan ketika kita sedang ada dalam kondisi pandemi Covid-19 sehingga kegiatan pembelajaran menjadi tidak maksimal. Meski sebetulnya ini juga bisa disiasati dengan kegiatan dan proses pembelajaran di rumah bersama orang tua. Sayangnya memang kondisi di lapangan tidak ideal dan jauh dari harapan, apalagi ketika sekolah

Pentingnya Warna pada Ilustrasi Buku Anak

Sumber: mandira.id Pernahkah kita bertanya "Kenapa buku anak-anak selalu penuh warna?" Bahkan, sebagai orang dewasa, seringkali kita tertarik dengan sampul-sampul buku yang berwarna-warni. Faktanya, berdasarkan penelitian, warna memang bisa merangsang kecerdasan dan literasi pada anak.  Peneliti menyebutkan anak-anak lebih mampu mengklasifikasikan dan mengembangkan konsep-konsep tertentu di dunia nyata berdasarkan warna ketimbang bentuk dan fungsi suatu objek. Mereka dapat memahami makna simbolis dan disepakati secara universal. Misalnya ketika mereka melihat tiga warna pada rambu lalu lintas. Semua orang, secara konvensional, menyepakati bahwa lampu merah menandakan berhenti, kuning menandakan hati-hati, dan hijau menandakan jalan. Konvensi ini muncul karena manusia dengan penglihatan warna normal, tidak buta warna, bisa membedakan lebih dari enam juta warna. Artinya pengenalan visual warna bisa dilakukan sejak dini, alias ketika masih bayi. Meski begitu, sistem

Wah Ternyata Ada Loh Sastra Anak, Yuk Kenali 10 Jenisnya!

Don't just teach your children to read, Teach them to question what they read. Teach them to question everything. (George Calin) Selama ini kita mungkin sering kebingungan dengan pilihan dan jenis buku untuk anak-anak. Buku bacaan anak-anak sebetulnya sudah mempunyai standar sendiri. Jenisnya juga lebih beragam karena sesuai dengan usia dan kemampuan membaca anak. Tapi tahukah kalau sebetulnya buku-buku yang beredar itu termasuk sebagai sastra anak? Pada dasarnya sih, sastra anak ini adalah buku dengan segala jenis bentuk dan genre yang memang sengaja ditujukan untuk anak-anak dan remaja. Tema dan gaya penceritaannya beragam dengan tujuan membantu pemahaman dan perkembangan mereka. Kalau menurut Dr. Dorothea Rosa Herliany, pakar sastra anak, sastra anak mempunyai banyak bentuk seperti cerita, puisi atau drama. Tujuan dari sastra anak adalah membangun imajinasi, mengajarkan nilai dan norma, juga memahami dunia di sekitar mereka.  Buku anak-anak terkadang menyajikan beragam tema suli