Langsung ke konten utama

Rileks Dengan Gaya Hidup JOMO

Sumber: Freepik.com

Beberapa tahun lalu, sekitar 2019, ramailah media sosial dengan tagar FOMO alias Fear of Missing Out. Sebuah istilah yang sebenarnya dimunculkan oleh seorang penulis bernama Patrick J. McGinniss sejak 2004. Namun istilah ini digunakan secara luas pada 2010. Definisi sederhana dari FOMO adalah ketakutan atau kecemasan akan tertinggal akan informasi, kegiatan atau hal-hal lain yang dianggap trending.

Perasaan semacam ini semakin menekan para pengguna media sosial berusia remaja dan dewasa muda, meski orang dewasa pun sangat bisa mengalaminya. Ternyata kondisi ini adalah gangguan psikologis yang dipicu oleh rasa terancam atau keharusan bertahan hidup pada bagian amygdala. FOMO terkesan menuntut seseorang untuk mengikuti dan/atau terlibat dengan setiap perbicangan atau kegiatan-kegiatan yang ramai dibicarakan secara daring.

Atau, kita merasa tidak dilibatkan dalam berbagai hal di lingkungan pertemanan. Meski tidak melulu disebabkan oleh tayangan di media sosial, tidak bisa dinafikan juga jika berselancar di dunia maya menjadi pemicunya. Kalau kondisi ini adalah sebuah gangguan, sebaiknya kita harus mengatasinya. Beberapa orang secara spontan menutup semua akun media sosialnya terkecuali aplikasi untuk berkomunikasi seperti WhatsApp atau Snapchat. Beberapa lainnya malah menghentikan semua aktivitas daring dan tidak menggunakan ponsel cerdas.

Pilihan yang terakhir ini kemudian memunculkan Joy of Missing Out (JOMO). Istilah ini dibuat oleh Anil Dash, seorang blogger dan CEO perusahaan perangkat lunak bernama Glitch. Dia menulis pada tahun 2012 berjudul "JOMO!" dan menjelaskannya sebagai lawan dari FOMO. Baginya, JOMO adalah suatu kesenangan telah memutuskan untuk tinggal di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarga tanpa gangguan media sosial. 

Merasakan kelelahan atau kewalahan dengan media sosial akhirnya akan membuat kita mengevaluasi seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk scrolling dan lainnya. Terkadang meski cuma lima menit, rasanya sudah terasa menguras energi. Berinteraksi secara daring tidak lagi menyenangkan sehingga kita hanya membuka sekian banyak tab, scrolling tanpa membaca atau melihat apapun. Bisa jadi ini adalah kesempatan untuk melakukan JOMO.

Konsep JOMO ini pada dasarnya adalah tentang puas dengan hidup kehidupan kita dan tidak membandingkannya dengan orang lain. Kita memang tidak bisa sekaligus beralih pada gaya hidup ini tanpa mengubah kebiasaan sehari-hari. JOMO mendorong kita untuk mengenal dan memahami diri kita sendiri tanpa ada pengaruh atau tuntutan dari orang lain. 

Ketika kita mulai merasakan nyaman dan bahagia karena melewatkan tren apapun yang tidak masuk akal, kita akan merasa lebih baik dan tenang. Perlahan kita tidak lagi bergantung pada validasi dari orang-orang di media sosial atau peduli dengan teman "selebritis". Kita pun akan lebih fokus pada diri sendiri, lebih percaya diri, dan akhirnya bisa mengaktualisasikan diri.

Kita pun menjadi lebih banyak waktu untuk berada di alam bebas, atau setidaknya taman dan perpustakaan yang semula tidak sempat dikunjungi. Kita bisa memulai lagi hobi yang tertunda atau justru mencoba hobi baru bersama keluarga dan teman-teman. Melambatnya aktivitas kita, kualitas tidur pun menjadi lebih baik. 

Sebenarnya JOMO tidak membuat kita anti teknologi atau semacamnya. JOMO adalah tentang kita berfokus pada hal terpenting dalam hidup dan diri sendiri. Kita memiliki kontrol terhadap teknologi dan informasi yang ada karena kita menganggapnya sebagai alat pembantu saja. Kita beralih bahwa teknologi, internet dan media sosial bukan lagi sebagai sesuatu yang membutuhkan fokus, perhatian, dan komitmen sepanjang waktu.

Pada akhirnya, kita tidak bisa mengontrol apapun yang berada dalam kuasa atau kemampuan kita. Namun, kita bisa mengontrol segala respon dan sikap kita supaya hidup lebih tenang dan bahagia. Apapun keputusan kita, memilih untuk FOMO atau JOMO, semua akan berpengaruh dalam hidup kita. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rahasia Unggul Keterampilan Literasi Untuk Manusia Modern

The Purpose of learning is growth, and our minds, unlike our bodies, can continue growing as we continue to live. (Mortimer Adler) Menjelang akhir tahun 2023, Mendikbudristek Nadiem Makariem menyampaikan skor pencapaian kemampuan membaca Indonesia di tahun 2022. Indonesia mendapat skor 359 poin dalam penilaian  Programme for International Student Assessment  (PISA) itu. Goodstats menyebutkan bahwa angka ini justru terendah sejak 2000, sebab Indonesia pernah mencapai skor 402 di 2009. Tahun 2018 saja Indonesia mendapat skor 371 poin untuk kemampuan membaca. Memang sih banyak faktor penyebab yang bisa membuat skor ini anjlok. Salah satunya bisa jadi karena penilaian ini dilakukan ketika kita sedang ada dalam kondisi pandemi Covid-19 sehingga kegiatan pembelajaran menjadi tidak maksimal. Meski sebetulnya ini juga bisa disiasati dengan kegiatan dan proses pembelajaran di rumah bersama orang tua. Sayangnya memang kondisi di lapangan tidak ideal dan jauh dari harapan, apalagi ketika sekolah

Pentingnya Warna pada Ilustrasi Buku Anak

Sumber: mandira.id Pernahkah kita bertanya "Kenapa buku anak-anak selalu penuh warna?" Bahkan, sebagai orang dewasa, seringkali kita tertarik dengan sampul-sampul buku yang berwarna-warni. Faktanya, berdasarkan penelitian, warna memang bisa merangsang kecerdasan dan literasi pada anak.  Peneliti menyebutkan anak-anak lebih mampu mengklasifikasikan dan mengembangkan konsep-konsep tertentu di dunia nyata berdasarkan warna ketimbang bentuk dan fungsi suatu objek. Mereka dapat memahami makna simbolis dan disepakati secara universal. Misalnya ketika mereka melihat tiga warna pada rambu lalu lintas. Semua orang, secara konvensional, menyepakati bahwa lampu merah menandakan berhenti, kuning menandakan hati-hati, dan hijau menandakan jalan. Konvensi ini muncul karena manusia dengan penglihatan warna normal, tidak buta warna, bisa membedakan lebih dari enam juta warna. Artinya pengenalan visual warna bisa dilakukan sejak dini, alias ketika masih bayi. Meski begitu, sistem

Wah Ternyata Ada Loh Sastra Anak, Yuk Kenali 10 Jenisnya!

Don't just teach your children to read, Teach them to question what they read. Teach them to question everything. (George Calin) Selama ini kita mungkin sering kebingungan dengan pilihan dan jenis buku untuk anak-anak. Buku bacaan anak-anak sebetulnya sudah mempunyai standar sendiri. Jenisnya juga lebih beragam karena sesuai dengan usia dan kemampuan membaca anak. Tapi tahukah kalau sebetulnya buku-buku yang beredar itu termasuk sebagai sastra anak? Pada dasarnya sih, sastra anak ini adalah buku dengan segala jenis bentuk dan genre yang memang sengaja ditujukan untuk anak-anak dan remaja. Tema dan gaya penceritaannya beragam dengan tujuan membantu pemahaman dan perkembangan mereka. Kalau menurut Dr. Dorothea Rosa Herliany, pakar sastra anak, sastra anak mempunyai banyak bentuk seperti cerita, puisi atau drama. Tujuan dari sastra anak adalah membangun imajinasi, mengajarkan nilai dan norma, juga memahami dunia di sekitar mereka.  Buku anak-anak terkadang menyajikan beragam tema suli